Bandung - Mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Jabar Asep Hilman menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bandung berkaitan kasus dugaan korupsi dana pengadaan buku Aksara Sunda pada Disdik Jabar tahun anggaran 2010 yang nilai kerugiannya Rp 3,9 miliar. Asep membantah telah melakukan korupsi seperti dituduhkan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Bandung.
Terdakwa Asep yang memakai kemeja batik cokelat lengan panjang hadir di Ruang 1, PN Bandung, Jalan Martadinata, Kota Bandung, Senin (9/1/2017), sekitar pukul 16.15 WIB. Sidang agenda pembacaan dakwaan oleh tim JPU ini dipimpin hakim ketua Endang Makmun.
Dalam surat dakwaan, JPU menyebut Asep telah melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 18 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana. BPK Jabar telah mengeluarkan hasil audit kerugian negara dalam kasus ini yang angkanya mencapai Rp 3.980.826.013,00.
"Ancaman hukumannya seumur hidup," kata salah satu tim JPU usai sidang.
Usai mendengarkan pembacaan dakwaan, Asep bereaksi saat hakim memberikan kesempatan menyampaikan tanggapan. "Saya sampaikan dengan sejujurnya dari lubuk hati paling dalam, saya tak paham dan mengerti yang didakwa kepada saya," ucap Asep yang duduk di kursi pesakitan.
Asep lalu menangkis semua tudingan yang disampaikan JPU di muka persidangan. "Tanpa mengurangi rasa hormat kepada JPU, semua di dakwaan itu saya tidak mengetahui dan tidak melakukan," ujar Asep menegaskan.
Sekitar pukul 17.05 WIB, sidang dilanjutkan dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi. Asep melalui tim penasihat hukum dari Biro Hukum Paguyuban Pasudan secara bergantian menyampaikan eksepsi. Intinya penasihat hukum menyebut kliennya tidak dapat dipersalahkan dan tidak dapat dihukum berdasarkan surat dakwaan tersebut.
Saim Aksinuddin, penasihat hukum Asep, menjelaskan bahwa kliennya tersebut tidak dilibatkan dalam proses lelang. Waktu itu, Asep selaku Kabid Dikmenti Disdik Jabar, tidak mengajukan usulan karena menurut Asep buku aksara Sunda dibutuhkan semua tingkatan sekolah mulai tingkat SD hingga SMA sehingga pihak yang layak mengadakannya ialah BPBD (Bagian Umum).
"Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggarann (KPA) tidak mendapat delegasi dari PA dalam pengadaan buku aksara Sunda. Terdakwa juga tidak mengetahui adanya perubahan dalam Dipa Disdik yang ditetapkan 16 November 2010 sehingga tidak mempunyai tugas dan tanggung jawab serta kewenangan dalam pengadaan buku aksara sunda tahun 2010," kata Saim.
Soal pelaksanaan lelang mulai proses pengumuman, pelaksanaan hingga penetapan lelang pada 23 Oktober hingga 29 November 2010, sambung Saim, dilakukan sebelum penetapan APBD perubahan dan belum ditetapkannya Dipa perubahan (APBD perubahan 12 November 2010, Dipa perubahan tanggal 16 November 2010). Sehingga, kata Saim, pelelangan tersebut cacat hukum.
Sebab, Saim menambahkan, Asep waktu itu sebagai KPA dan PPK telah dibebastugaskan oleh Gubernur Jabar Ahmad Heryawan. Hal tersebut dibuktikan dengan Surat Perintah Gubernur Jabar No.893.3/690/BKD/2010 pada 23 Agustus 2010.
"Bebas tugas untuk mengikuti Diklatpim II mulai 29 September hingga 8 Desember 2010," kata Saim.
Selain itu, Asep tidak mengetahui dan memegang user ID serta pasword dari ULP, karena itu tak memiliki kewenangan mengakses portal LPSE. Terdakwa Asep juga membantah menandatangani kontrak dalam pembayaran SPP LS, SP2D-LS serta kwitansi. "Jikapun terdapat tanda tangan dalam semua dokumen, sudah dibuktikan berdasarkan hasil labkrim ialah palsu. Jadi tanda tangan itu non identik atau palsu," tutur Saim.
Rangkaian sidang tersebut tuntas sekitar pukul 18.10 WIB. Sidang kembali dilanjutkan pada 16 Januari 2017 dengan agenda jawaban jaksa atas eksepsi terdakwa.