Rabu, 11 Januari 2017

Hakikat ikhlas

Hakikat Ikhlas Menurut Imam GhozaLI
Menurut Imâm al-Ghazâlî ikhlas memiliki hakikat, prinsip dan kesempurnaan. Prinsip ikhlas adalah niat, sebab dalam niat itu terdapat keikhlasan. Sedangkan hakikat ikhlas adalah kemurnian niat dari kotoran apapun yang mencampurinya. Kesempurnaan ikhlas adalah kejujuran.
Ikhlas mempunyai tiga pilar yaitu: niat, keikhlasan niat dan kejujuran.
a. Pilar yang pertama: Niat.
Allah berfirman:
وَلاَ تَطْرُدِ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهُ. (الأنعام: ٥۲)
“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru kepada Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang mereka mengehendaki keridhaan-Nya.”.
Al-Ghazâlî berpandangan bahwa hakikat niat adalah kemauan yang mendorong kekuatan yang lahir dari pengetahuan. Penjelasannya bahwa seluruh pekerjaan seseorang tidaklah absah tanpa kekuatan, kemauan dan ilmu. Ilmu menggerakkan kemauan. Kemauan merupakan motivasi dan pendorong kekuatan dan kekuatan adalah alat, sarana dan pembantu kemauan untuk menggerakkan seluruh organ tubuh.
Niat itu adalah, kecenderungan atau kemauan kuat yang merupakan motivator bagi kekuatan. Jika suatu amal perbuatan dapat terealisasi dengan dorongan niat, maka niat dan amal merupakan ibadah yang sempurna. Niat merupakan satu dari dua sisi ibadah, namun merupakan sisi yang terbaik dan paling vital. Karena amal perbuatan dengan organ tubuh tidak akan mengenai sasaran, kecuali punya pengaruh dalam hati, yakni agar cenderung pada kebaikan dan jauh dari keburukan. Sehingga berpikir dan berdzikir mampu mengantarkan pada kesenangan jiwa dan ma'rifat, yang keduanya merupakan faktor bagi kebahagiaan di akhirat. Jadi, tujuan dan maksud dari meletakkan dahi di atas tanah bukanlah semata-mata peletakan dahi di atas tanah. Tetapi, ketundukan hati, sedangkan hati itu dapat dipengaruhi dengan perbuatan-perbuatan organ tubuh.
Tujuan zakat itu bukan untuk menghilangkan hak milik, tetapi untuk memusnahkan kehinaan sifat kikir. Yakni, memotong ketergantungan hati dengan harta-benda. Tujuan dari penyembelihan binatang kurban bukanlah daging dan darahnya, tetapi rasa ketakwaan hati dengan mengagungkan dan membesarkan syiar-syiar Allah Swt. Dan niat merupakan kecenderungan hati pada kebaikan. Dimana tujuan utamanya adalah untuk mempengaruhi hati. Karena itulah seluruh amal hati mewarisi pengaruh dhahirnya, namun bukan amal anggota badan. Perbuatan anggota badan tanpa kehadiran hati merupakan hal yang sia-sia belaka.
Niat memiliki keutamaan, karena di situlah inti tujuan itu bersema­yam dan berpengaruh. Karena itu, banyak-banyaklah berniat dalam seluruh amal perbuatan, bahkan seseorang bisa beramal satu amaliah saja dengan niat yang banyak. jika kemauan dan kecintaannya itu benar, niscaya ia akan diberi petunjuk jalannya. Misalnya, jika seseorang masuk dan berdiam di dalam masjid adalah lbadat, dan itu bisa dilakukan dengan delapan macam niat:
Pertama, seseorang yakin bahwa masjid adalah rumah Allah (baitullâh). Orang yang memasuki masjid berarti datang menemui Allah dan pasti berniat untuk berjumpa dengan Allah SWT.Kedua, niat untuk mengikat diri dengan Allah SWT.(murabathah). Maksudnya adalah menunggu datangnya shalat setelah melaksanakan shalat sebelumnya. Ketiga, niat i'tikaf. Maksudnya adalah mencegah pendengaran, penglihatan dan organ tubuh dari kebiasaan bergerak-gerak i’tikaf adalah bentuk lain dari puasa. Keempat, niat untuk khalwat dan meninggalkan segala kesibukan untuk merenungkan kehidupan akhirat, serta cara mempersiapkan diri menghadapinya. Kelima, memusatkan diri untuk dzikir dan mendengarkan dzikir, atau memperdengarkannya. Keenam, bermaksud untuk mengamalkan ilmu, memberi peringatan kepada orang yang keliru ketika melakukan shalat, beramar ma'ruif nahi munkar, sehingga dengan demikian kebaikan itu terwujud bersamanya. Ketujuh, meninggalkan dosa-dosa karena malu kepada Allah Swt. dengan jalan melakukan niat yang baik dalam diri, perkataan dan amal perbuatan, sehingga orang yang berbuat dosa p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar