Jakarta - Mantan Ketua DPR Ade Komarudin (Akom) mengaku tidak mengetahui aliran dana yang diduga diterima anggota DPR terkait dengan kasus dugaan korupsi e-KTP. Penegasan disampaikan Akom setelah diperiksa KPK sebagai saksi.
"Saya sudah sampaikan semua yang saya tahu. Tapi urusan aliran dana begitu saya tidak tahu," kata Akom di gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2017).
Hari ini Akom menjalani pemeriksaan terkait dengan posisinya sebagai anggota DPR periode 2009-2014. Saat itu Akom menjabat Sekretaris Fraksi Partai Golkar.
"Selaku warga negara, selaku anggota DPR 2009-2014, kebetulan saya waktu itu di Fraksi Partai Golkar anggota Komisi XI dan waktu itu saya Sekretaris Fraksi Partai Golkar. Sebagai warga negara yang baik, sebagai mantan anggota DPR periode itu, tentu saya diminta keterangan menyangkut e-KTP yang saya tahu," jelasnya.
Setelah Akom keluar pada pukul 14.00 WIB, selang 20 menit kemudian eks Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap juga keluar dari gedung KPK. Dia mengaku tidak ada dana dari kasus dugaan korupsi e-KTP yang mengalir kepadanya, seperti yang disebutkan oleh Nazaruddin.
"Nggak. Biar saja, penyidiklah itu nanti yang menerangkan," ujarnya.
Chairuman juga menyebut proses penganggaran di DPR berjalan seperti prosedur yang ada. "Sama dengan pembahasan anggaran biasa. Ada prosedur yang harus kita lakukan untuk menetapkan suatu anggaran," terangnya.
Sebelumnya mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazarudin sempat menyebut sejumlah nama yang menerima aliran dana terkait dengan e-KTP.
"Yang terlibat itu Sekjen MK Janedjri, itu yang menawarkan uang ke teman-teman. Tentang aliran ke Gamawan (Fauzi) itu, ada yang diserahkan ke adiknya," sebut Nazaruddin.
Saat ditanya wartawan apakah maksud 'teman-teman' adalah Komisi III DPR, Nazaruddin sendiri hanya tersenyum. Dia tidak membeberkan secara jelas apa maksudnya tersebut.
"Semua fraksi terima?" tanya wartawan yang diamini oleh Nazaruddin.
M Nazaruddin beberapa kali bersuara tentang penyimpangan anggaran dalam proyek pengadaan e-KTP tersebut. Dia bersikukuh telah terjadi mark up sebesar Rp 2,5 triliun dalam proyek dengan nilai total Rp 5,9 triliun tersebut.
Hingga kini, KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi e-KTP ini. Keduanya adalah eks Dirjen Dukcapil Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Sugiharto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar